Selasa, 25 Maret 2014

Kakek Penjual Lem

Pada suatu hari, tepatnya itu hari jum’at. Sekitar pukul 11.45 saya pergi k mesjid belakang kampus untuk menunaikan ibadah sholat jum’at dan dzuhur. Saya berjalan dengan teman kelas yang juga beragama islam untuk menunaikan sholat bersama. Ketika perjalanan ke mesjid sekitar 10 meter dari mesjid terlihat seorang kakek tua yang duduk lemas di pinggiran dinding dan pagar kampus. Sekilas saya berfikir itu seorang pengemis, ketika makin dekat perjalanan saya dengan si kakek tua itu. Saya tergejut ternyata dia pedagang Lem kertas. Sementara saya lihat di kerumunan banyak orang yang lalu lalang, tidak ada satu pun mahasiswa yang mendekati si kakek tua itu dengan maksud membeli barang dagangannya. Hati ini berdegup kencang dengan sedikit sedih melihat kondisi si kakek yang sudah tua. Namun waktu sholat sudah hampir mulai, dengan terpaksa saya harus melanjutkan berjalanan saya ke mesjid dengan maksud nanti setelah sholat saya akan menemui kakek itu.

Setelah saya menunaikan sholat, saya langsung keluar mesjid dan memakai sepatu saya. Dengan sedikit tergesa-gesa saya langsung menghampiri kakek tua yang ternyata dia juga baru selesai sholat. Dalam hati saya berkata “Ya Allah Hebat sekali kakek ini meskipun dia sudah tua, tetapi dia tetap menjalankan kewajiban sholatnya dengan harus berjalan kaki yang saya rasa diapun susah untuk berjalan”. Akhir nya saya sampai di tempat kakek tua, dan saya langsung berbincang kepada si kakek.
“Kek,Jualan apa disini”.tanyaku basa-basi untuk memulai perbincangan.
“Jual Lem kertas cu”. Jawab kakek itu pelan.
“Berapa kek 1 nya?”. Tanyaku lagi.
“1500 cu”. Jawab dia singkat.
“cucu mau beli?” tanyanya.
“ia kek, oia hari ini kakek sudah laku berapa lemnya?”.tanyaku kembali
“Kalo kamu jadi beli, kamu pembeli pertama yang membeli dagangan kakek hari ini.”katanya.
Akupun kaget mendengar jawabannya. Dari sekian banyak mahasiswa yang lewat belom ada 1 orang pun yang membeli barang dagangannya. Karena, untuk kalangan mahasiswa tidak terlalu membutuhkan Lem kertas.
“Kakek kenapa berjualan? Cucu kakek kemana?”. Bertanya dengan rasa ingin tahu.
“Kakek sendiri cu sudah 5 tahun lebih kakek hidup sendiri”. Jawabnya sambil meneteskan air mata.
“Maav kek kalau saya banyak bertanya, ya sudah saya ambil semua ya kek lem nya” ujarku dengan senang hati sambil mengeluarkan uang 100.000,-.
Kakek itu pun memelukku sambil mengucapkan terima kasih.
Saya yakin harga lem itu tidak seberapa, tapi hanya demi kebutuhan makan harian kakek itu pun rela berjualan sepanjang hari untuk melangsungan hidupnya.



Sumber

cerita ini adalah menginformasikan kepada kita semua bahwa banyak orang” yg jauh dari beruntung diluar sana , yang masih berani bertahan hidup walau tantangan dan cobaan yang begitu besar yang harus dipikul , juga membuka mata kita bahwa uang sebesar 10rb / 20 rb yang selama ini kita anggap uang receh , tidak berlaku bagi mereka , bagi mereka uang sebesar itu adalah uang yang banyak dan sangat berarti bagi mereka ..



Pedagang tua itu lebih terhormat daripada pengemis yang berkeliaran di mana-mana, meminta-minta kepada orang yang lewat. Para pengemis itu mengerahkan anak-anak untuk memancing iba para pejalan kaki. Tetapi si pedagang tua tidak mau mengemis, ia tetap kukuh berjualan yang keuntungannya tidak seberapa itu.

Cara paling mudah dan sederhana untuk membantu mereka adalah bukan memberi mereka uang, tetapi belilah jualan mereka atau pakailah jasa mereka. Meskipun barang-barang yang dijual oleh mereka sedikit lebih mahal daripada harga di mal dan toko, tetapi dengan membeli dagangan mereka semoga saja perbuatan baik kita dapat berbuah menjadi suatu akibat yang baik pula, karena secara tidak langsung kita telah membantu kelangsungan usaha dan hidup mereka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar